Gunung kelimutu adalah sebuah gunung yang menyimpan misteri sekaligus pesonanya. Gunung tersebut terletak di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Puncaknya berketinggian 1.690 m dari atas permukaan laut, gunung itu memiliki keunikan karena ada tiga buah danau kawah berbeda warna.
Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring perjalanan waktu. Tak kurang sudah 12 kali perubahan warna terjadi dalam waktu 25 tahun terakhir ini.
Danau pertama dan kedua letaknya sangat berdekatan, sedangkan danau ketiga terletak menyendiri sekitar 1,5 km di bagian barat. Perubahan warna ini diduga akibat adanya pembiasan cahaya matahari, adanya mikro biota air, terjadinya zat kimiawi terlarut, dan akibat pantulan warna dinding dan dasar danau.
Kelimutu merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata "mutu" yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat. Danau atau Tiwu Kelimutu dibagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna - warna yang ada di dalam danau.
Danau berwarna biru atau "Tiwu Nuwa Muri Koo Fai" merupakan tempat berkumpulnya jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau "Tiwu Ata Polo" merupakan tempat berkumpulnya jiwa orang-orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau "Tiwu Ata Mbupu" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.
Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter.
Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh Van Such Telen, warga negara Belanda, tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat.
Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu. Bagi penggemar hiking dan menyukai keindahan alam di desa pegunungan tropis, berwisata ke tempat ini merupakan pilihan terbaik. Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.
Untuk mencapai Gunung Kelimutu yang pernah meletus di tahun 1886 ini, butuh “perjuangan” tersendiri. Dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara Timur, butuh waktu sekitar 3 jam dengan mobil sewaan dengan kondisi jalan yang tidak terlalu bagus, berkelak-kelok, melintasi jurang dan tebing. Kita akan menemui kampung terdekat dengan kawah gunung Kelimutu yang bernama Kampung Moni.
Kampung ini terletak di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende yang berjarak 13 kilometer dari Danau Kelimutu. Dari Moni hanya dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk mencapai bibir Danau Kelimutu.
Selain dari Maumere, Kelimutu juga dapat dicapai dari Ende menggunakan bus antarkota ataupun kendaraan sewaan, dengan harga dan waktu perjalanan yang relatif tidak jauh berbeda. Dari ibukota Propinsi NTT, yakni Kupang, pengunjung dapat menggunakan pesawat menuju kota Ende, di Pulau Flores, dengan waktu tempuh mencapai 40 menit. Kelimutu terletak sekitar 66 kilometer dari Kota Ende dan 83 kilometer dari Kota Maumere.
Di kampung Moni banyak dijajakan kain tenun Lio yang menjadi salah satu produk khas lokal disana dan dijual oleh penduduk setempat kepada para wisatawan. Di Kampung Moni pula terdapat penginapan yang bisa dipakai oleh wisatawan untuk menginap atau beristirahat.
Terdapat sekitar 20 homestay yang dikelola penduduk dengan tarif Rp 25.000- Rp 50.000 per malam (USD 2,8-5,5) sedangkan cottage milik pemerintah bertarif Rp 75.000-Rp 85.000. per malam (USD 8,3-9,3). Edelweis, Pinus dan Cemara adalah sejumlah tumbuhan yang dapat kita temui saat memasuki kawasan Kelimutu.
Dijamin terbawa mimpi bila tidak menilahat dan menikamati sendiri pesona keeksoisan danau kawah tiga warna ini.
The charm of Crater Lake Three Colors
Kelimutu Mountain is a mountain of mystery at once charm. The mountain is located in the village Pemo, District Flores, Ende, Flores, East Nusa Tenggara (NTT). The peak altitude of 1,690 m above sea level, the mountain is unique because there are three differently colored crater lakes.
The lake is known as the Lake Three Colors because it has three different colors, namely red, blue, and white. However, the colors are always changing over time. No less than 12 times the color change had occurred within the last 25 years.
First and second lake located very close together, while the third lake is located about 1.5 km in the west. This color change is suspected due to the refraction of sunlight, the micro biota of water, the dissolved chemical substances, and due to the reflection color of the walls and bottom of the lake.
Flores is a combination word of "keli" meaning mountain and the word "quality" which means to boil. According to local belief, the colors on the lake Flores has the meaning of each and has a very powerful natural force. Lake or Tiwu Flores is divided into three sections corresponding to the color - the color that is in the lake.
Blue lake or "Tiwu Nuwa Muri Koo Fai" is a gathering place for the soul of young people who have died. Lake of the red or "Tiwu Ata Polo" is a gathering place for the souls of those who had died and as long as he lived always do evil / magick. While the lake is white or "Tiwu Mbupu Ata" is a gathering place for the souls of parents who have died.
The third area of the lake of about 1,051,000 square meters with a volume of 1292 million cubic meters. Boundary between the lake was a narrow stone walls prone to landslides. This wall is very steep with 70-degree angle. Lake wall height ranges from 50 to 150 meters.
Beginning of this area discovered by Van Such Telen, a Dutch citizen, in 1915. Its beauty is widely known after Y. Bouman describes in his writings in 1929. Since then the foreign tourists started coming to enjoy the lake known as the armature for the local community.
Those who come not only lovers of beauty, but also researchers who want to know a natural occurrence that is very rare. For fans of hiking and loved the natural beauty of the tropical mountain village, traveled to this place is the best option. Region Flores has established a National Natural Conservation Area since February 26, 1992.
To achieve Kelimutu which had erupted in the 1886's, it took the "struggle" of its own. From the city of Maumere, Sikka regency, East Nusa Tenggara Province, it took about 3 hours with the rental car to the road conditions were not too good, twisting, crossing ravines and cliffs. We will see the nearest village to Kelimutu crater named village of Moni.
The village is located in the village Koanara, District Wolowaru, Ende within 13 kilometers of Lake Flores. From Moni only takes about 45 minutes to reach the mouth of Lake Flores.
Apart from Maumere, Flores also be reached from Ende using intercity bus or rental vehicle, with the price and travel time is relatively not much different. From the provincial capital of NTT, namely Kupang, visitors can use the plane to the town of Ende, Flores island, with a travel time up to 40 minutes. Flores is located approximately 66 kilometers from the town of Ende and 83 kilometers from the town of Maumere.
In the village of Moni being sold Lio woven fabric which became one of the typical local products there and sold by locals to tourists. In the village of Moni also are specialty that can be used by travelers to stay or rest.
There are approximately 20-run homestay population rate Rp 25.000- Rp 50,000 per night (USD 2.8 to 5.5), while the government-owned cottage fare of Rp 75,000-Rp 85,000. per night (USD 8.3 to 9.3). Edelweiss, Pine and Fir are a number of plants that can be encountered when entering the area of Flores.
Related Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar